A. Hakikat Belajar
     Belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Contoh lain, sebut saja Umi, yang tadinya tidak dapat berjalan menjadi dapat berjalan adalah karena Umi sudah belajar berjalan, begitu juga anak SD menjadi pitar matematika, bahasa, IPA, IPS kalau anak SD rajin belajar bidang studi tersebut.Yang menjadi pertanyaan adalah apa hakekat belajar itu? Menurut Gagne (1984), bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (lihat Winataputra dkk, 1997, 2.3). Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: proses, perubahan perilaku dan pengalaman.



1.       Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaanya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri. Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Guru melihat dari kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan siswa, contohnya: siswa bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru, diskusi, memecahkan soal matematika, melaporkan hasil kerja, membuat rangkuman, dan sebagainya. Itu semua adalah gejala yang nampak dari aktivitas mental dan emosional siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan manifestasi dari adanya aktivitas mental (berpikir dan merasakan). Bagaimana bila siswa hanya duduk saja pada saat guru menjelaskan pelajaran? Apakah dapat dikategorikan sebagai belajar? Jawabnya adalah, apabila siswa tersebut duduk sambil menyimak penjelasan guru, maka dapat diktegorikan sebagai belajar. Tetapi apabila siswa hanya duduk sambil pikiran dan perasaannya melayang-lanyang atau melamun diluar pelajaran yang dijelaskan guru, maka siswa tersebut tidak sedang belajar, tetapi sedang melamun.


Hasil belajar akan nampak pada perubahan perilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilanya bertambah, dan penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubaha perilaku karena factor kematangan, karena lupa, karena minum minuman keras bukan termasuk sebagai hasil belajar, karena bukan perubahan dari hasil pengalaman (berinteraksi dengan lingkungan), dan tidak terjadi proses mental emosional dalam beraktivitas.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga domain yaitu: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Domain kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge), memahami (comprehension), menerapkan (application), menganalisis (analysis), mensintesis (synthesis), dan mengevaluasi (evaluation). Domain afektif berkaitan dengan perilaku daya rasa atau emosional manusia, yaitu kemampuan menguasai nilai-nilai yang dapat membentuk sikap seseorang. Domain psikomotorik berkaitan dengan perilaku dalam bentuk keterampilan-keterampilan motorik (gerakan pisik).

3. Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan pisik maupun lingkungan social. Lingkungan pisik adalah lingkungan di sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun dalam bentuk hasil ciptaan manusia (cultural). Macam-macam ligkungan pisik yang bersifat natural antara lain pantai, hutan, sungai, udara, air, dan sebagainya. Bersifat cultural adalah buku, media pembelajaran, gedung sekolah, perabot sekolah, dan sebagainya. Adapun lingkungan social siswa diantaranya guru, orang tua, pustakawan, pemuka masyarakat, kepala sekolah, dsb.

Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga tentu kurang merangsang / menantang siswa untuk belajar. Apalagi bagi siswa SD yang perkembagan intelektualnya masih mebutuhkan alat peraga. Semua lingkungan yang diperlukan untuk belajar siswa ini didesain secara integral akan menjadi bahan belajar dan pembelajaran yang efektif.